Sinergi Kebijakan Kelanjutusiaan: Penguatan Komda Lansia di Nusa Tenggara Timur
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memperkuat komitmennya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat lanjut usia (lansia) melalui penguatan kelembagaan dan koordinasi lintas sektor. Salah satu langkahnya adalah penyelenggaraan Rapat Koordinasi Penguatan Komisi Daerah Lanjut Usia (Komda Lansia) Provinsi NTT di Kupang pada 16 Oktober 2025. Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk memastikan pemenuhan hak lansia atas layanan dasar berjalan lebih sistematis, terencana, dan berkelanjutan dalam kerangka pembangunan daerah yang inklusif.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) NTT, Dr. Alfons Theodorus, yang mewakili Wakil Gubernur NTT selaku Kepala Komda Lansia, membuka kegiatan tersebut dan menegaskan pentingnya kesiapan pemerintah dalam merespons dinamika penuaan penduduk di NTT.
“Penuaan adalah hal yang tidak bisa dihindari dan kita semua harus bersiap. Namun, kita bisa memastikan kesejahteraan masyarakat lanjut usia dan hak mereka atas layanan dasar dipenuhi,” ujar Dr. Alfons.
Rapat koordinasi ini dilaksanakan secara hybrid di Aula Fernandez, Gedung Sasando, dan menghadirkan narasumber dari Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, dan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN).
Setidaknya 250 peserta hadir dalam kegiatan ini yakni unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) yang terdiri dari wakil walikota/bupati dari 20 kota/kabupaten. Selain itu hadir juga Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi NTT, organisasi lansia, Organisasi Penyandang Disabilitas, Organisasi Masyarakat Sipil, dan perwakilan dari provinsi mitra SKALA yang bergabung secara daring.
Dalam kegiatan ini, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial (PKKS) Bappenas juga berbagi pembelajaran dari inisiatif Layanan Lansia Terintegrasi (LLT) yang telah diujicobakan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Gianyar, guna mendorong replikasi di kota/kabupaten lainnya.
Populasi yang Menua dan Kebutuhan Layanan Dasar
Jumlah lansia kini mencapai 10,06 persen dari total penduduk NTT, dengan konsentrasi terbesar di Kupang, Sikka, dan Timor Tengah Selatan. Gambaran ini tidak hanya tampak di NTT. Data Susenas menunjukkan bahwa secara nasional, 12 persen penduduk Indonesia saat ini berusia 60 tahun ke atas. Dengan kata lain, satu dari lima penduduk Indonesia kini tergolong lansia.
Seperti masyarakat lainnya, kelompok lansia memiliki kebutuhan dan risiko spesifik seiring menurunnya kondisi kesehatan. Karena itu, akses terhadap layanan dan kesempatan perlu tetap tersedia dan disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Lokakarya dan forum pembelajaran LLT hadir pada momentum yang tepat sekaligus mendesak.
“Forum ini adalah wadah untuk menyamakan pandangan dan memperkuat komitmen bersama agar warga lanjut usia tetap aktif, sehat, dan sejahtera. Pemerintah kabupaten dan kota juga diharapkan dapat mengambil peran nyata dalam mendukung agenda nasional bagi kesejahteraan lansia,” kata Dr. Alfons.
Penuaan populasi di Indonesia membawa tantangan tersendiri. Lansia masih menghadapi hambatan dalam hal kesehatan, kerentanan ekonomi, dan kesenjangan akses kesempatan. Analis Kebijakan dari Kementerian Dalam Negeri, Jodi Frency, menjelaskan bahwa banyak lansia, terutama dari kelompok pendapatan 40 persen terbawah, kesulitan mendapatkan layanan kesehatan yang memadai. Pada 2024, sekitar 55 persen lansia dalam kelompok ini cenderung mengobati diri sendiri daripada berobat ke fasilitas kesehatan.
Selain itu, lansia cenderung memiliki pendapatan lebih rendah seiring berkurangnya masa produktif. Rata-rata pendapatan bulanan mereka sekitar Rp2,07 juta, dan perempuan lansia memperoleh pendapatan yang lebih rendah dibanding laki-laki.
“Peluang kerja yang layak dan kesempatan yang setara harus tetap terbuka bagi lansia agar mereka dapat terus berperan secara ekonomi dan mempertahankan kemandirian keuangan,” ujar Frency.
Merawat Masyarakat Lansia: Kebijakan dan Praktik
Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Bappenas, Tirta Sutedjo, menyampaikan bahwa pada tahun 2045 lebih dari 20 persen penduduk Indonesia akan berusia lanjut. Pergeseran demografi ini perlu diimbangi dengan perbaikan akses layanan kesehatan, keamanan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan perawatan jangka panjang.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah menetapkan Strategi Nasional Kelanjutusiaan melalui Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2021. Strategi ini menjadi panduan untuk mewujudkan lansia yang mandiri, sejahtera, dan bermartabat. Fokus utamanya mencakup perluasan akses perlindungan sosial, penguatan kelembagaan dan peran masyarakat, pendidikan sepanjang hayat, serta penyediaan layanan perawatan berbasis komunitas.
“Strategi Nasional Kelanjutusiaan mencerminkan komitmen pemerintah untuk menegakkan hak dan memenuhi kebutuhan lansia. Keberhasilan strategi ini bergantung pada kolaborasi lintas sektor agar lansia tidak hanya memperoleh perawatan, tetapi juga dapat menjalani hidup dengan bermartabat,” ujar Tirta.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, Bappenas mengembangkan model LLT. Model ini menghubungkan dukungan kesehatan, sosial, dan komunitas dalam satu tim terpadu dengan prinsip ageing in place. Prinsip ini membantu lansia agar tetap aktif dan produktif di lingkungan tempat tinggal mereka, serta memaksimalkan pemanfaatan layanan yang sudah ada tanpa perlu membentuk struktur yang baru.
Prinsip ini sangat relevan dengan kondisi Indonesia, di mana sebagian besar lansia masih hidup bersama keluarga. Di NTT, hampir setengah dari populasi lansia tinggal dalam rumah tangga tiga generasi bersama anak dan cucu. Pola ini menunjukkan bahwa keluarga dan komunitas masih menjadi pusat perawatan lansia, sehingga pendekatan ageing in place dinilai efektif dan selaras dengan nilai dan budaya setempat.
Dalam forum tersebut, perwakilan dari pemerintah daerah Yogyakarta dan Bali berbagi pengalaman mengenai penerapan LLT sebagai layanan berbasis komunitas. Setiap daerah memiliki konteks dan kapasitas yang berbeda, sehingga model ini perlu disesuaikan dengan kondisi lokal. Keberhasilan penerapan LLT bergantung pada kolaborasi antara pemerintah daerah dan organisasi masyarakat, serta dukungan sumber daya manusia yang memiliki dedikasi dan kepedulian terhadap isu lansia.
Selain LLT, Pemerintah Indonesia juga telah meluncurkan program kelanjutusiaan lainnya, seperti SIDAYA yang dikembangkan oleh Kemendukbangga, Asistensi Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia (ATENSI) dan Bantuan Permakanan Bagi Lansia Keluarga Tunggal oleh Kementerian Sosial.
Dalam rapat koordinasi ini dilakukan juga penandatanganan nota kesepahaman bersama antara Komda Lansia Provinsi dan wakil walikota/bupati dari 20 kota/kabupaten di Provinsi NTT. Setiap perwakilan didorong untuk menindaklanjuti komitmen ini melalui komisi lansia di daerah masing-masing dan memastikan agar komisi tersebut tetap aktif di setiap wilayah.
Keberhasilan dalam mendorong kesejahteraan lansia membutuhkan komitmen daerah dan kolaborasi banyak pihak. Uji coba dan replikasi di berbagai lokasi juga akan membantu menemukan model layanan yang benar-benar efektif. Semua pihak perlu bergerak bersama agar tantangan penuaan tidak lagi dipandang sebagai beban, melainkan sebagai masa emas yang SMART (Sehat, Mandiri, Aktif, Produktif dan Bermartabat). Kegiatan ini menandai kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan mitra pembangunan dalam menghasilkan model layanan yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan bagi kesejahteraan lansia di Indonesia.
Simak lebih lanjut dokumentasi kegiatan ini di tautan berikut:

