Memerangi Kekerasan Berbasis Gender melalui Pelayanan Dasar Berkualitas: Kebijakan dan Praktik

29/11/2024

Laporan Survey Pengalaman Hidup Perempuan 2024 menunjukkan bahwa satu dari empat perempuan di Indonesia mengalami kekerasan fisik atau seksual sepanjang hidupnya. Meskipun lebih rendah dibandingkan statistik global -yang mencatat satu dari tiga perempuan- angka ini tetap mencerminkan tantangan dalam menangani kekerasan berbasis gender. Dengan tenggat waktu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) 2030 yang semakin dekat, kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dengan tema “Bersatu Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan” menyerukan panggilan untuk bergerak bersama.

Laporan dari Equal Measures 2030 menunjukkan bahwa kemajuan menuju kesetaraan gender terhenti di 40% negara. Indonesia berada di peringkat 66 dari 139 negara dengan skor 67,9. Meskipun ada perkembangan, angka ini menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu dilakukan untuk mencapainya.

Sebagai bagian dari kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, SKALA mengadakan Sesi Berbagi Pengetahuan tentang “Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dan Akses Layanan Dasar” pada 26 November 2024. Acara ini menghadirkan pendiri Yayasan Bumi Sehat Robin Lim, dan Staf Ahli Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Indra Gunawan, yang berbagi wawasan dan pembelajaran dalam menangani KBG. Dimoderatori oleh Lead GEDSI SKALA Lisa Noor Humaidah, sesi interaktif ini menghadirkan peserta dari Kedutaan Besar Australia, mitra pemerintah, DT Global, dan tim SKALA untuk mendorong dialog yang produktif.

Menerjemahkan Kebijakan Menjadi Aksi untuk Melindungi Penyintas

Indonesia telah mengambil langkah berarti untuk mengatasi KBG dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang memberikan kerangka hukum untuk pencegahan, penanganan, perlindungan, dan pemulihan dalam kasus kekerasan seksual. UU ini juga menjamin hak penyintas untuk mengakses layanan rehabilitasi medis, dukungan sosial, restitusi, dan kompensasi. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2024 tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) memperkuat kebijakan ini dengan mendorong pembentukan UPTD PPA di daerah sebagai layanan satu atap untuk mempermudah penyintas mengakses layanan. Walau seluruh provinsi sudah memiliki UPTD PPA, masih ada 200 dari 514 kota/kabupaten yang belum memilikinya.

“Sejak UU TPKS disahkan, pemerintah telah membentuk unit-unit layanan di tingkat daerah untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan juga mengalokasikan Dana Alokasi Khusus ke daerah untuk mendukung operasional unit-unit ini,” jelas Indra.

Upaya pemberdayaan masyarakat juga penting dalam menangani KBG. Melalui program Desa Ramah Perempuan dan Anak, pemerintah berupaya meningkatkan kesadaran tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak, sekaligus menciptakan ruang aman bagi perempuan untuk berbagi cerita dan mencari bantuan.

Indra mengakui bahwa masih ada ruang untuk perbaikan dalam memastikan bahwa penyintas KBG menerima layanan yang diperlukan. Misalnya, penyintas kekerasan seksual saat ini tidak dapat menggunakan BPJS untuk menutup biaya layanan medis atau konseling psikologis. Dukungan untuk penyintas kekerasan saat ini dikelola oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), namun cakupan layanannya masih terbatas. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengadvokasi agar BPJS dapat menanggung biaya layanan untuk penyintas ke depannya.

Membangun Model Layanan Kesehatan Ibu yang Berkualitas

Salah satu target TPB adalah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) global menjadi 70 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Di Indonesia, AKI masih tinggi, dengan 305 kematian per 100.000 kelahiran pada 2022, jauh dari target nasional sebesar 183 pada 2024. Salah satu solusi untuk mencapai target ini adalah dengan mengintegrasikan pencegahan KBG dalam layanan kesehatan ibu.

Pendekatan ini telah diterapkan oleh Robin Lim melalui Yayasan Bumi Sehat, sebuah klinik kesehatan ibu yang awalnya berdiri di Bali. Klinik ini menyediakan layanan holistik bagi perempuan selama kehamilan, persalinan, dan pasca melahirkan. Selain itu, para ayah juga dilibatkan dalam proses persalinan hingga pengasuhan.

“Keterlibatan ayah sangat penting untuk mencegah kekerasan berbasis gender dalam kesehatan reproduksi,” ujar Robin.

Ia menekankan pentingnya komunikasi terbuka dan saling menghormati dalam interaksi antara bidan, dokter, ibu hamil, dan calon ayah. Penyedia layanan kesehatan harus memberikan informasi yang jujur dan transparan kepada perempuan agar mereka dapat membuat pilihan yang tepat terkait persalinan mereka, termasuk posisi melahirkan. Melibatkan suami dan anggota keluarga dalam proses ini tidak hanya memperkuat sistem dukungan, tetapi juga menciptakan ruang di mana perempuan merasa aman dan nyaman.

Yayasan Bumi Sehat juga menyediakan layanan keliling di area-area terdampak bencana dan desa-desa di Papua dan Aceh. Dokter dan bidan menggunakan motor untuk memberikan layanan langsung kepada perempuan, termasuk deteksi dini kanker rahim dan kanker payudara agar layanan kesehatan hadir bagi masyarakat yang paling terpencil.

Momentum untuk Menyatukan Aksi

Sesi berdurasi 1,5 jam ini membahas kebijakan dan praktik untuk mengatasi KBG serta meningkatkan akses layanan dasar. Team Leader SKALA, Petrarca Karetji, menekankan urgensi kampanye 16 Hari Aktivisme.

“Kampanye ini bukan sekadar pengingat, tetapi seruan untuk bertindak. Melalui kegiatan seperti ini, kita juga semakin memahami tantangan dan pengalaman yang dihadapi oleh masyarakat, yang dapat membantu kerja SKALA bersama Pemerintah Indonesia,” ujarnya.

Para pembicara menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan akademisi untuk mengatasi KBG. Pendekatan responsif gender dalam layanan dasar, seperti yang dilakukan oleh Yayasan Bumi Sehat, juga sama pentingnya untuk menyediakan layanan yang inklusif.

Seperti pepatah yang mengatakan, “dibutuhkan satu desa untuk membesarkan satu anak,” dibutuhkan pula aksi kolektif untuk mengakhiri Kekerasan Berbasis Gender.

Sinergi dan Kolaborasi untuk Akselerasi Layanan Dasar (SKALA) adalah Program Kemitraan Australia-Indonesia untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam upaya mengurangi kemiskinan dan ketimpangan dengan meningkatkan penyediaan layanan dasar bagi masyarakat miskin dan rentan di daerah tertinggal.

HUBUNGI KAMI

Sinergi dan Kolaborasi untuk Akselerasi Layanan Dasar (SKALA) adalah Program Kemitraan Australia-Indonesia untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam upaya mengurangi kemiskinan dan ketimpangan dengan meningkatkan penyediaan layanan dasar bagi masyarakat miskin dan rentan di daerah tertinggal.

HUBUNGI KAMI

SKALA dikelola oleh 

SKALA @ Copyright 2023