Membangun Masa Depan Inklusif melalui Pengelolaan Pengetahuan di Papua Barat Daya

Papua Barat Daya, salah satu provinsi termuda di Indonesia, dibentuk pada akhir tahun 2022 dengan membawa visi pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Namun, mewujudkan visi tersebut bukanlah hal yang mudah. Dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 69,65 pada tahun 2024 dan tingkat kemiskinan yang masih berada di atas 16% (BPS), provinsi ini menghadapi berbagai tantangan dan berupaya menerapkan strategi pembangunan yang tepat sasaran dan responsif.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya, dengan dukungan Bappenas dan Program Kemitraan Australia–Indonesia SKALA, berinvestasi pada pengembangan sumber daya yang sering kali diabaikan kendati berdampak besar, yaitu pengetahuan. Pengetahuan tidak hanya dikumpulkan, tetapi juga dibagikan, dimanfaatkan, dan terus dikembangkan melalui kolaborasi. Tujuannya sederhana namun transformatif: memastikan bahwa kebijakan publik didasarkan pada data, kisah, dan pengalaman nyata dari lapangan.
Pengelolaan Pengetahuan sebagai Landasan Pengambilan Kebijakan
Pada awal Mei 2025, lebih dari 40 perwakilan dari pemerintah daerah, Bappenas, Universitas Negeri Papua, dan Program SKALA berkumpul dalam sesi Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge Management/KM). Sesi ini menjadi langkah awal menuju pembentukan Knowledge Management Center (KMC) –wadah pengelolaan pengetahuan yang akan menghimpun pembelajaran, data, dan inovasi secara sistematis untuk mendukung peningkatan kualitas layanan serta penguatan perencanaan pembangunan daerah.
Diskusi multipihak ini menyoroti peran penting KMC untuk menjembatani kebijakan dan implementasinya. Sejumlah ide praktis yang disampaikan peserta meliputi pengumpulan dan berbagi dokumen serta pengalaman antarunit di lingkungan pemerintah provinsi, serta mendapatkan praktik-praktik baik dari daerah lain di Indonesia melalui peran pemerintah pusat. Dalam sesi diskusi, pemerintah daerah juga menekankan pentingnya pendokumentasian praktik-praktik baik, terutama praktik yang telah berhasil menjangkau kelompok rentan. Dengan dokumentasi yang sistematis, praktik-praktik tersebut dapat direplikasi di kabupaten lain di Papua Barat Daya.
Bagi provinsi dengan kondisi geografis yang menantang dan keberagaman demografi seperti Papua Barat Daya, sistem pengelolaan pengetahuan menjadi sangat penting. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) Papua Barat Daya Rahman.
“Kita harus memastikan bahwa dokumen perencanaan di tingkat pusat dapat diimplementasikan secara nyata di daerah. Salah satu contohnya adalah persoalan kemiskinan. Saat ini, tingkat kemiskinan di Papua Barat Daya masih berada pada kisaran 16,48% hingga 17,03%, sementara target nasional adalah 8%. Hal ini merupakan tantangan besar yang harus kita hadapi dengan kerja cerdas, kerja keras, dan kerja cepat,” ungkapnya.
Senada dengan itu, Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas Maliki, menekankan pentingnya sinkronisasi antara kebijakan nasional dan implementasinya di daerah.
“Arah kebijakan nasional harus dapat diterjemahkan ke dalam program pemerintah daerah. Bahkan, jika daerah memiliki pendekatan yang lebih tepat, kontribusinya terhadap pencapaian target nasional bisa lebih besar,” ujarnya.
UNIPA juga menyatakan dukungan dalam menyumbangkan ilmu pengetahuan, terutama melalui Fakultas Kedokteran di Papua Barat Daya yang mendukung program pemerintah dalam pelayanan kesehatan dasar. Hasil diskusi menyepakati bahwa pembangunan yang baik tidak hanya bergantung pada ketersediaan sumber daya keuangan, tetapi juga pada sejauh mana pengetahuan dimanfaatkan untuk memandu pembangunan. Di Papua Barat Daya, pengetahuan adalah instrumen strategis untuk menciptakan inovasi yang dapat mengatasi tantangan kemiskinan dan penyediaan layanan dasar.
Komunikasi untuk Mendorong Perubahan
Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pembangunan yang inklusif, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya bersama Bappenas dan SKALA juga melibatkan media lokal dalam sebuah sesi dialog. Pertemuan ini bertujuan untuk meningkatkan visibilitas atas upaya mendorong pembangunan inklusif dan manfaat nyatanya bagi masyarakat luas.
Dengan melibatkan media, Papua Barat Daya mendorong transparansi dan partisipasi publik dalam proses pembangunan. Peran media dan kolaborasi multipihak merupakan fondasi penting dalam menciptakan pembangunan yang adil dan inklusif.
“SKALA menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi antara berbagai pihak, baik di tingkat pusat maupun daerah. Kami juga memberi perhatian khusus pada pemanfaatan sistem yang sudah ada untuk mengembangkan dan menyelenggarakan layanan dasar secara efektif,” ujar Team Leader SKALA Petrarca Karetji.
Langkah-langkah kolaboratif inilah yang mengubah pengetahuan menjadi aksi nyata, sekaligus membangun fondasi tata kelola yang lebih baik dan adil di Papua Barat Daya.

