Langkah Nyata Provinsi Aceh, Nusa Tenggara Timur, dan DKI Jakarta dalam Mewujudkan Pembangunan Inklusif Disabilitas
Pembangunan yang inklusif bagi penyandang disabilitas dapat diwujudkan melalui penetapan regulasi yang mendukung, pelibatan dan kemitraan yang setara dengan organisasi penyandang disabilitas, serta pemanfaatan data dan mekanisme pemantauan untuk memperbaiki perencanaan dan layanan dasar. Pendekatan ini telah dijalankan dan mulai menunjukkan hasil, sebagaimana dipaparkan oleh Provinsi Nusa Tenggara Timur, Aceh, dan DKI Jakarta dalam “Lokakarya Pembelajaran Daerah dalam Penyusunan, Penerapan, dan Pembangunan Daerah yang Inklusif Disabilitas melalui Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas” yang diselenggarakan oleh Direktorat Perencanaan Kependudukan dan Kesejahteraan Sosial (PKKS) Kementerian PPN/Bappenas di Menara Bappenas, Jakarta, pada 20 Oktober 2025.
Penyelenggaraan lokakarya ini berangkat dari komitmen nasional untuk mewujudkan pembangunan yang setara dan berkeadilan bagi seluruh warga negara, termasuk penyandang disabilitas. Pemerintah Indonesia telah menegaskan arah kebijakan tersebut melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang ratifikasi Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD). Kedua regulasi ini menjadi dasar pergeseran paradigma dari pendekatan berbasis belas kasih menuju pendekatan berbasis hak asasi manusia, di mana penyandang disabilitas diakui sebagai subjek aktif pembangunan.
Sebagai tindak lanjut, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas yang menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Induk Penyandang Disabilitas (RIPD) dan Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas (RAN PD). Berdasarkan hal tersebut, setiap provinsi diwajibkan menyusun Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RAD PD) sebagai panduan lima tahunan yang mengarahkan kebijakan dan penganggaran daerah agar lebih responsif terhadap kebutuhan penyandang disabilitas.
Kebijakan, Data, dan Implementasi untuk Pembangunan Inklusif Disabilitas
Dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Naftaly S. Huky, M.Pub.Pol., Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bapperida NTT, memaparkan kemajuan daerahnya yang telah menetapkan tiga regulasi kunci, yakni Perda Nomor 6 Tahun 2023, Pergub Nomor 48 Tahun 2024, dan Pergub Nomor 2 Tahun 2025. Ketiga regulasi tersebut menjamin keterlibatan organisasi penyandang disabilitas (OPDis) dalam seluruh tahapan perencanaan dan pembangunan daerah. Melalui pendampingan dari Bapperida, OPDis kini semakin memahami proses perencanaan dan mampu berkontribusi secara aktif.
Namun, Naftaly juga menyoroti sejumlah tantangan yang masih dihadapi NTT, antara lain keterbatasan data terpilah, belum optimalnya pemanfaatan data Regsosek dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) oleh pemerintah dan OPDis, serta anggaran isu disabilitas yang masih tersebar di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sehingga belum terkonsolidasi.
Dari Provinsi DKI Jakarta, Endiq Yogana dari Bappeda menjelaskan bagaimana pemerintah provinsi telah membangun jejaring dengan 24 organisasi penyandang disabilitas untuk memperkuat kolaborasi dalam pembangunan inklusif. Jakarta telah mengintegrasikan RAD PD dalam Keputusan Gubernur Nomor 292 Tahun 2023 tentang Rencana Pembangunan Daerah 2023-2026, memanfaatkan Sistem Kegiatan Strategis Daerah sebagai platform pemantauan pelaksanaan RAD PD, serta mengembangkan sistem penandaan anggaran lintas sektor.
Meski demikian, Endiq mengakui bahwa penyusunan RAD PD di Jakarta masih menghadapi tantangan terkait pengintegrasian masukan dari berbagai pemangku kepentingan agar dapat diterjemahkan ke dalam kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh OPD. Keterbatasan pedoman atau kebijakan teknis dari pemerintah pusat juga menjadi salah satu kendala dalam merancang program yang dapat diimplementasikan di daerah.
Sementara itu, dari Provinsi Aceh, Dr. Husnan, Kepala Bappeda Aceh, memaparkan kemajuan daerahnya yang telah menetapkan Pergub Nomor 53 Tahun 2023 tentang RAD PD 2024-2029. Pergub ini menjadi langkah awal penting untuk memperkuat arah kebijakan inklusif. Selain itu, saat ini pemerintah tengah menyusun Peraturan Gubernur turunan atas Qanun Disabilitas untuk memperkuat dasar hukum daerah terkait penghormatan hak-hak disabilitas.
Husnan menegaskan bahwa Pemerintah Aceh berkomitmen memperkuat koordinasi lintas sektor untuk memperbaiki ketersediaan data, akses pendidikan, layanan kesehatan, dan fasilitas publik bagi penyandang disabilitas. Tantangan yang dihadapi saat ini mencakup belum meratanya pemahaman tentang inklusi di tingkat kabupaten/kota serta perlunya sistem pelaporan dan evaluasi yang lebih terpadu. Meskipun begitu, kolaborasi antarOPD dan pelibatan OPDis, seperti Children and Youth Disability for Change (CYDC) semakin memperkuat arah pembangunan inklusif di Aceh.
Pembelajaran dari keterlibatan OPDis di berbagai daerah, Garamin di NTT dan CYDC di Aceh, menegaskan pentingnya pelibatan penyandang disabilitas sejak tahap awal penyusunan kebijakan. Pelibatan ini perlu berlandaskan empat prinsip utama, yakni kolaborasi, partisipasi, kemitraan, dan persahabatan. Dengan demikian, penyandang disabilitas menjadi mitra yang setara bagi pemerintah dalam memastikan pembangunan yang inklusif disabilitas.Upaya integrasi kebijakan di tingkat daerah ini penting untuk memastikan bahwa pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas terwujud dalam perencanaan, penganggaran, dan layanan publik daerah. Program SKALA terus mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam memperkuat tata kelola pembangunan yang inklusif melalui pendekatan berbasis bukti serta pengintegrasian prinsip kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial.
Arah Penguatan ke Depan
Ke depan, Provinsi NTT, Aceh dan DKI Jakarta semakin berpeluang untuk memperkuat pembangunan inklusif disabilitas melalui konsolidasi regulasi, peningkatan kualitas data terpilah, dan penguatan kapasitas lembaga daerah. Peningkatan koordinasi lintas sektor, pemanfaatan platform pemantauan yang lebih terpadu, serta penguatan mekanisme penganggaran yang responsif terhadap kebutuhan penyandang disabilitas adalah aspek kunci untuk memastikan implementasi RAD PD berjalan efektif. Selain itu, pelibatan OPDis sejak tahap perencanaan hingga evaluasi akan menjadi fondasi utama agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi kelompok disabilitas. Melalui langkah-langkah ini, ketiga provinsi diharapkan dapat memperkuat keteladanan nasional dalam mewujudkan pembangunan yang setara, inklusif, dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat.