Knowledge Sharing dalam Rangka Memperingati Bulan Peduli Down Syndrome: Mandiri dan Menginspirasi dengan Potensi
Down Syndrome, salah satu disabilitas intelektual, sering disalahpahami sehingga menyebabkan banyak orang memandang para penyandangnya tidak mampu berkontribusi secara bermakna. Namun, dengan semakin mengenal dan peduli, kita dapat mematahkan stigma ini dan mengenali bakat dan kreativitas unik orang dengan Down Syndrome. Untuk memperingati Bulan Peduli Down Syndrome, SKALA menyelenggarakan sesi knowledge sharing tentang “Mandiri dan Menginspirasi dengan Potensi” untuk memperbaiki kesalahpahaman ini.
Memahami Down Syndrome
Down Syndrome adalah kondisi genetik di mana seseorang lahir dengan kelebihan kromosom ke-21, yang dikenal sebagai trisomi 21. Saat kebanyakan orang memiliki 46 kromosom, penyandang Down Syndrome memiliki 47 kromosom yang memengaruhi perkembangan intelektual dan memunculkan karakteristik fisik tertentu.
Penyandang Down Syndrome memiliki berbagai kemampuan unik. Mereka adalah pribadi-pribadi yang hangat, ramah, dan menyenangkan, meskipun mereka sering menghadapi tantangan dengan kognisi, bahasa, dan mungkin memiliki risiko kesehatan tambahan. Intervensi dini melalui terapi fisik, wicara, dan okupasi, dapat membantu mereka berkembang menjadi orang dewasa yang mandiri dan mampu memenuhi kebutuhan diri sendiri, siap menjalani kehidupan layaknya orang-orang pada umumnya.
Belajar dari Penyandang Down Syndrome dan Keluarga Mereka
SKALA, sebuah program kemitraan Australia-Indonesia, berkomitmen pada inklusi sosial, termasuk bagi para penyandang disabilitas. Sesi knowledge sharing ini mempertemukan anggota tim SKALA dari Jakarta dan tujuh kantor provinsi, serta perwakilan dari DT Global dan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT).
Sesi tersebut menampilkan dua pembicara yang inspiratif: Defrey Adipratama, seorang pemuda dengan Down Syndrome, mantan pekerja magang di SKALA, dan Eliza Rogi, Ketua POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome di Indonesia). Sesi dibuka dengan kuis interaktif dan dilanjutkan dengan permainan djembe yang menghidupkan suasana oleh Defrey. Defrey lalu berbagi gambaran singkat kehidupannya kepada para hadirin, serta tentang kecintaannya pada musik gamelan, Muay Thai, renang, dan masih banyak lagi. Sebagai aspirasi masa depannya, Defrey berharap dapat memiliki pekerjaan jangka panjang yang bermakna dan percaya bahwa dengan persiapan, pelatihan, pemberdayaan, dan dukungan masyarakat, para penyandang Down Syndrome dapat berkreasi, bekerja, dan berkontribusi pada masyarakat dengan cara yang positif.
Eliza Rogi berbagi wawasan tentang perkembangan unik para penyandang Down Syndrome dan kiat-kiat praktis untuk dapat berinteraksi dengan mereka. Ia menyampaikan bahwa POTADS, sebagai sebuah yayasan nirlaba, mendukung keluarga melalui sesi penyebarluasan informasi mengenai Down Syndrome, kelas-kelas pengembangan bakat, hingga dukungan memperoleh tempat magang/ bekerja. Eliza menekankan bahwa dengan bimbingan dan dukungan yang tepat, penyandang Down Syndrome dapat bekerja secara produktif dan menjadi anggota masyarakat yang berharga.
Menjadi Mandiri dan Terus Menginspirasi
Penyandang Down Syndrome dapat menikmati kehidupan berkualitas yang penuh dengan kegiatan yang bermakna, mulai dari pendidikan hingga pekerjaan dan keterlibatan dalam komunitas. Dengan dukungan keluarga, teman, dan masyarakat, mereka dapat mengasah kemampuan, menggali minat dan bakat, serta membangun hubungan sosial yang positif, menuju kehidupan yang mandiri. Namun, tantangan bagi penyandang Down Syndrome tetap ada, terutama di daerah-daerah di mana mereka masih cenderung disembunyikan oleh keluarga mereka.
Bulan Peduli Down Syndrome ini menjadi kesempatan bagi banyak pihak untuk mengenal dan mengapresiasi potensi yang dimiliki penyandang Down Syndrome serta perlunya komitmen dalam menyediakan layanan dasar yang dapat diakses dan inklusif sehingga membuka peluang bagi mereka untuk terus berkarya dan menginspirasi.
.
Foto Bersama Setelah Sesi Knowledge Sharing