Konsultasi Publik Panduan Partisipasi Kelompok Rentan: Menjaring Masukan Masyarakat untuk Pembangunan Inklusif
Kesetaraan gender dan inklusi sosial menjadi arah pembangunan Indonesia yang tecermin di dalam dokumen perencanaan nasional. Agar visi ini benar-benar terwujud dan membawa manfaat nyata terutama di daerah, diperlukan upaya untuk mendorong partisipasi kelompok rentan yang bermakna di dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan. Untuk itu, Direktorat Perencanaan, Evaluasi, dan Informasi Pembangunan Daerah (PEIPD), Kementerian Dalam Negeri menyusun panduan partisipasi kelompok rentan dalam perencanaan pembangunan. Untuk menyempurnakan panduan tersebut, maka diselenggarakan Konsultasi Publik Rancangan Panduan Partisipasi Masyarakat Kelompok Rentan dalam Perencanaan Daerah secara hybrid di Jakarta, pada 22 Oktober 2025.
Kegiatan ini dihadiri sekitar 100 peserta dari kementerian/lembaga dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), di antaranya Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial (PKKS) dan Direktorat Keluarga, Perempuan, dan Anak dari Kementerian PPN/Bappenas; Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA); dan Komisi Nasional Disabilitas (KND). Selain itu, sejumlah OMS, termasuk organisasi perempuan, organisasi penyandang disabilitas, organisasi kelanjutusiaan, dan Bappeda dari provinsi mitra SKALA juga hadir dan berpartisipasi aktif memberikan masukan.
Partisipasi Masyarakat sebagai Hak Konstitusional
Undang-undang (UU) No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah memuat ketentuan agar pemerintah daerah mendorong partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Ketentuan pelaksanaan partisipasi masyarakat diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, termasuk dalam perencanaan pembangunan daerah jangka panjang, jangka menengah, dan perencanaan tahunan.
Mekanisme partisipasi masyarakat yang dimaksud di sini adalah penyelenggaraan forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Penyusunan panduan ini diperlukan karena Musrenbang masih sering kali dilaksanakan untuk formalitas/tokenistik/simbolis, dan tidak sepenuhnya melibatkan kelompok rentan secara bermakna. Rancangan pedoman ini memperhatikan beberapa regulasi nasional yang telah mengatur penyelenggaraan forum perencanaan tematik untuk kelompok disabilitas dan lansia, seperti yang dimuat dalam Peraturan Menteri PPN/Bappenas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Penyandang Disabilitas (PD) 2021-2024 dan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Kelanjutusiaan.
Direktur Perencanaan, Evaluasi, dan Informasi, Iwan Kurniawan menyampaikan pentingnya mendorong partisipasi seluruh kelompok masyarakat untuk memenuhi prinsip No One Left Behind agar tidak ada satupun kelompok masyarakat yang tertinggal.
Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Bappenas, Tirta Sutedjo, menambahkan pentingnya penyusunan panduan untuk memastikan agar kebijakan dan perencanaan pembangunan di daerah benar-benar inklusif, partisipatif, dan berbasis data.
“Di tingkat pusat, kami dan Direktorat PEIPD dapat mengawal proses ini bersama-sama. Kemendagri juga sudah menerbitkan surat edaran agar pemerintah daerah menyusun Perda terkait penyandang disabilitas, sementara Bappenas mengamanatkan penyusunan Rencana Aksi Daerah Penyandang Disablitas. Keduanya menjadi payung hukum yang kuat dan perlu dikawal agar pelaksanaannya efektif,” ujar Tirta.
Menjembatani Kebijakan dan Implementasi
Sementara itu, Direktur Keluarga, Pengasuhan, Perempuan, dan Anak Kementerian PPN/Bappenas, Qurrota A’yun, menegaskan bahwa Panduan Partisipasi Kelompok Rentan dapat menjembatani kebijakan nasional dengan praktik di daerah. Prinsip inklusi telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Namun, pelaksanaannya di lapangan belum konsisten karena belum ada panduan yang baku, terutama untuk memastikan Musrenbang yang responsif gender dan inklusif.
“Kita perlu panduan yang baku, tetapi juga membuka ruang fleksibilitas agar bisa disesuaikan dengan kapasitas dan proses perencanaan di tiap daerah. Panduan ini tidak perlu berdiri sebagai dokumen tematik tersendiri, melainkan terintegrasi ke dalam Musrenbang reguler yang sudah ada, dengan prinsip kesetaraan dan inklusi yang diperkuat di dalamnya,” ujarnya.
Dalam konsultasi publik ini, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diwakili oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) NTT, Dr. Alfons Theodorus, memaparkan pengalaman pelaksanaan Musrenbang Inklusif Kelompok Rentan (MUSIK KEREN). Dengan dukungan regulasi daerah, MUSIK KEREN memastikan aspirasi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, perempuan, anak, lansia, komunitas adat, dan orang dengan HIV/AIDS terakomodasi dalam dokumen resmi pembangunan daerah. Lebih dari 200 usulan dihimpun melalui penjaringan aspirasi secara daring dan luring di 22 kabupaten dan kota, diskusi tematik, verifikasi bersama organisasi perangkat daerah teknis, serta penandaan usulan dalam Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD).
Selain itu, dari kelompok masyarakat sipil, Institut Kapal Perempuan dan Aisiyah — mitra program kemitraan pembangunan INKLUSI — berbagi pengalaman ketika menfasilitasi Musrenbang tematik perempuan dan lansia. KAPAL Perempuan menegaskan pentingnya kemitraan antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam membangun Musrenbang yang lebih terbuka, akuntabel, dan partisipatif. Partisipasi yang efektif muncul ketika didukung oleh pengorganisasian komunitas, kapasitas masyarakat, serta penggunaan data dan bukti dalam menyusun usulan.
Kelompok masyarakat sipil menyepakati bahwa prinsip responsif gender dan inklusif harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari penyelenggaraan Musrenbang. Namun forum/pramusrenbang tematik khusus, seperti untuk kelompok disabilitas, perempuan, anak dan lansia, penting untuk tetap difasilitasi untuk memastikan keterlibatan yang aktif dan bermakna dalam penyampaian usulan dan gagasan.
Rekomendasi Penyempurnaan Panduan Partisipasi Kelompok Rentan
Konsultasi publik ini berhasil menjaring beragam masukan untuk memperkuat Panduan Partisipasi Kelompok Rentan. Rekomendasi yang muncul meliputi:
- Forum partisipatif inklusif perlu diselaraskan dengan siklus perencanaan nasional dan daerah agar masukan masyarakat dapat dimasukkan ke dalam dokumen perencanaan resmi.
- Pemerintah daerah perlu memperkuat sistem pemantauan melalui penandaan anggaran responsif gender di dalam SIPD termasuk menyiapkan mekanisme pelacakan usulan publik yang transparan.
- Pemerintah perlu menetapkan kuota representatif bagi perempuan, penyandang disabilitas, lansia, dan masyarakat rentan agar keterlibatan mereka berdampak nyata.
- Penyelenggara Musrenbang perlu memastikan aksesibilitas untuk semua, termasuk ketersediaan juru bahasa isyarat, dokumen yang mudah dibaca, serta fasilitas partisipasi daring bagi kelompok dengan mobilitas terbatas.
- Pemerintah pusat perlu memperkuat pendampingan teknis serta memberikan insentif bagi daerah yang menerapkan praktik pembangunan inklusif.
- Kelompok pemuda perlu dilibatkan secara aktif untuk memperkuat keberlanjutan pembangunan lintas generasi.
Rekomendasi yang muncul menegaskan pentingnya dukungan berkelanjutan untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif. Program SKALA, kemitraan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia, berkomitmen memperkuat sinergi pemerintah dan masyarakat sipil melalui dukungan teknis dan konsultatif yang memastikan penyusunan dokumen panduan berjalan inklusif dan kolaboratif.



