Sinergi untuk Kebijakan Publik yang Inklusif: Memperkuat Peran Analis Kebijakan di Daerah
Dalam dinamika penyelenggaraan pemerintahan daerah, kebijakan publik sering kali dihadapkan pada persoalan yang kompleks dan multidimensional. Tantangan perumusan kebijakan yang berbasis data, adaptif, serta responsif terhadap kebutuhan masyarakat menuntut kapasitas analis kebijakan yang kuat dan kelembagaan yang mendukung. Menjawab tantangan tersebut, Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri bersama Lembaga Administrasi Negara (LAN), Ikatan Nasional Analis Kebijakan (INAKI), dan Program SKALA (Sinergi dan Kolaborasi untuk Akselerasi Layanan Dasar), menyelenggarakan Seminar Policy Dialogue bertajuk “Penguatan Kelembagaan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di Daerah untuk Akselerasi Layanan Dasar yang Inklusif” di Jakarta, Kamis (30/10).
Forum ini menjadi ruang kolaborasi lintas lembaga untuk memperkuat peran Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK) di daerah sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaksanaan kebijakan publik. Melalui dialog yang terbuka dan reflektif, kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat tata kelola kelembagaan, menumbuhkan kesadaran pemerintah daerah terhadap pentingnya pengembangan karier analis kebijakan, serta memastikan bahwa setiap rekomendasi kebijakan yang dihasilkan berakar pada data, analisis, dan kebutuhan nyata masyarakat.
Kepala BSKDN, Yusharto Huntoyungo, dalam sambutannya menegaskan komitmen BSKDN untuk memperkuat sinergi kelembagaan yang mendukung efektivitas perumusan kebijakan berbasis bukti.
“BSKDN berperan penting dalam mengoordinasikan rekomendasi kebijakan yang responsif terhadap dinamika pusat dan daerah. Saat ini kami sedang menyusun kembali standar pelayanan internal dan draf Permendagri untuk memperkuat peran JFAK, agar layanan kebijakan di setiap level pemerintahan semakin inklusif dan berdampak,” ujar Yusharto.
Yusharto menambahkan bahwa langkah ini merupakan bagian dari proses pembelajaran institusional menuju tata kelola kebijakan yang lebih kolaboratif dan adaptif terhadap perubahan konteks pembangunan daerah.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap analis kebijakan, baik di pusat maupun daerah, bekerja dalam ekosistem yang memungkinkan inovasi dan pertukaran pengetahuan secara berkelanjutan,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Ikatan Nasional Analis Kebijakan (INAKI), Amrih Wigiait, menegaskan pentingnya menjaga profesionalisme dan integritas analis kebijakan sebagai garda depan penyusunan rekomendasi publik yang berkualitas.
“INAKI hadir sebagai rumah bersama bagi para analis kebijakan di Indonesia untuk saling belajar, memperkuat kapasitas, dan memastikan profesi ini terus berdaya guna. Kami melihat kolaborasi dengan Kemendagri, LAN, dan Program SKALA sebagai langkah konkret untuk memperluas jangkauan peran JFAK di daerah,” jelas Amrih.
Amrih juga menyampaikan perkembangan positif terkait posisi kelembagaan BSKDN yang sempat terdampak dinamika internal di Kemendagri.
“Rencana pembentukan Direktorat BUMD yang sempat dikabarkan menggantikan BSKDN telah dibatalkan. Dengan demikian, BSKDN kembali menegaskan mandatnya untuk memimpin agenda strategis penguatan kelembagaan dan perumusan rekomendasi kebijakan di tingkat nasional maupun daerah,” tambahnya.
Kegiatan Policy Dialogue ini diselenggarakan secara hibrida dan diikuti oleh lebih dari 40 peserta luring dan 131 peserta daring yang berasal dari 14 provinsi (termasuk 4 provinsi mitra Program SKALA), 8 kabupaten/kota, dan 4 kementerian/lembaga nasional. Antusiasme peserta menunjukkan meningkatnya perhatian terhadap pentingnya memperkuat ekosistem analis kebijakan di daerah, bukan hanya sebagai jabatan teknis, melainkan sebagai komponen kunci dalam mendorong tata kelola pemerintahan yang inklusif dan berbasis bukti.
Simak rekaman diskusi selengkapnya berikut:
